Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Sabtu, 03 Maret 2012

THE REAL MOTIVATION

Niat adalah unsur pertama yang harus menjadi perhatian. Mengapa? Karena niat, tidak hanya berkaitan dengan benarnya suatu perbuatan, tetapi juga berkaitan dengan ada tidaknya nilai dari perbuatan itu sendiri.
Sahabat, Sudahkah Anda menikmati acting Sharukh Khan  dalam My name is Khan?
Film tersebut mengisahkan tentang ketegaran Khan dalam memegang prinsip didasari oleh nasehat sang ibu ketika dia masih kecil. Saat itu, Khan menggumamkan sebuah kalimat yang tidak disenangi oleh ibunya. Sampai kemudian, sang ibu memberikan sebuah petuah, yang petuah ini dibawa oleh Khan dalam pengembaraannya ke Amerika.
“Hanya ada dua jenis manusia di dunia ini, yaitu orang baik dan orang jahat.” Demikian pesan hebat yang ditanamkan ke dalam diri Khan. Tidak peduli apakah dia Muslim atau bukan. Ibu Khan hanya menanamkan bahwa hanya ada dua “agama” dalam hidup; kebaikan dan kejahatan.
Melalui pesan hebat yang kemudian menggaib itu, Khan memiliki pandangan yang “netral”. Dirinya hanya memandang bahwa manusia hanya dibedakan atas dasar baik dan jahat. Tidak yang lain. Sehingga, pesan inilah yang menuntun diri Khan kepada kesimpulan-kesimpulan yang dibuatnya dalam setiap aksinya.
Lalu, pesan  seperti apakah yang kerap kita ucapkan kepada anak-anak kita yang  kelak disadari atau tidak akan bepengaruh terhadap tahapan kehidupan mereka kemudian?
Seberapa sering kita berucap :
“Nak, kamu harus rajin belajar, agar kamu jadi orang pintar. Kalau kamu pintar, kamu bisa mendapatkan cita-cita yang kamu inginkan, kamu bisa menjadi orang kaya.”
Atau
“Kamu harus jadi anak pintar di sekolah, kalau kamu bodoh, Bunda  dan Ayah  akan malu punya anak seperti kamu!”
Anak-anak akan merekam dengan baik setiap pesan yang hadir di awal kehidupannya. Sehingga tidak dapat dipungkiri bila ingatan/kenangan masa kecil (terlepas itu baik atau buruk) akan terbawa hingga dewasa. Termasuk pesan-pesan tersebut. Bila pesan yang kita sampaikan hanya berkisar pada hal-hal keduniawian, maka unsur-unsur keduniawianlah yang akan tertanam dalam benak mereka melebihi yang lain. Anak-anak kita jadi lebih ngeh dengan hal-hal yang berbau materi, penampilan fisik, posisi penting di lingkungan sosial serta hal-hal lain yang sejenis. Hmm, coba perhatikan, sering kali ketika kita bertanya pada anak-anak tentang tujuan mereka belajar dan bersekolah. Apa jawaban mereka?
“Aku ingin jadi orang pintar, supaya punya pekerjaan bagus, punya banyak uang, dan bisa membeli banyak hal yang aku inginkan.” Mayoritas jawaban anak akan senada dengan itu.
Dan apa jadinya jika ternyata harapan anak kita tak sejalan dengan kenyataan yang didapatnya? Dengan mudahnya merasa tertekan, stress, bahkan depresi. Anak-anak kita tumbuh laksana kristal. Menakjubkan, indah dipandang namun rapuh. Coba perhatikan, sering kali ketika kita bertanya pada anak-anak tentang tujuan mereka belajar dan bersekolah.
Coba bandingkan dengan orangtua yang memotivasi anaknya dengan motivasi akhirat:
“Nak, rajin-rajinlah belajar. Kami semua mengharapkanmu menjadi orang yang pandai, agar kamu bisa membagikan ilmu pada orang-orang, menjadi hakim yang adil, dokter yang mampu melepaskan ketergantungan orang Islam pada orang kafir, pegawai yang jujur, orang-orang yang bijak dan alim, yang beramal untuk mencari ridha Allah.”
“Anakku, jadilah orang yang pandai, alim dan bijaksana, seperti Luqman Al-Hakim. Agar kamu dapat membawa dirimu dan keluargamu kepada jalan yang benar, serta menyelamatkan kami semua dari siksa api neraka.” Dan yang senada dengan ini.
Motivasi akhirat, akan mendidik anak-anak untuk menjadi pribadi-pribadi yang bertaqwa, ikhlas beramal demi mencari keridhaan Allah, jujur, bijaksana, serta termotivasi untuk membawa kebaikan bagi orang-orang di sekitarnya (tidak egois dan mementingkan diri sendiri).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar